Cerita untuk Anak
Sumber: http://akhwat.web.id

Ada sebahagian cerita atau kisah yang ditujukan untuk anak, tujuannya untuk memberikan pengajaran ataupun hiburan bagi anak. Yang menjadi tokoh dalam kisah tersebut adalah haiwan, di mana digambarkan haiwan-haiwan tersebut dapat berbicara seperti manusia (dongeng fabel). Untuk mengajarkan anak akibat keburukan dari berdusta misalnya, dikisahkan ada seekor musang berpura-pura jadi doktor hingga ia dapat memperdaya seekor ayam. Kemudian si musang terperosok ke dalam lubang akibat perbuatan dustanya. Apa pendapat antum terhadap kisah seperti ini?

Jawapan:

Fadhilatu al-Syaikh Muhammad ibnu Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah menjawab,

“Tentang permasalahan seperti ini, saya tawaqquf (mendiamkan, belum boleh mengatakan boleh atau tidak). Kerana menceritakan seperti itu bererti mengeluarkan si haiwan dari keadaan asal penciptaannya. Dikatakan ia boleh berbicara, boleh merawat/jadi doktor, dan boleh mendapat hukuman atas perbuatannya. Terkadang mungkin dikatakan bahwa ini hanya permisalan/perumpamaan. Namun wallahu a’lam, saya tawaqquf dalam perkara ini. Saya tidak mengatakan apa pun dalam hal ini.”

Ada bentuk lain dari cerita untuk anak. Seorang ibu terkadang bercerita kepada anaknya untuk memberikan pengajaran pada si anak dengan kisah yang memang mungkin terjadi, walaupun tidak mesti kisah itu terjadi. Misalnya si ibu berkata, “Ada seorang anak bernama Hasan. Anak ini suka mengganggu tetangganya. Suatu hari ia memanjat tembok rumah tetangganya. Tiba-tiba ia jatuh dan patah tangannya.” Yang menjadi pertanyaan kami, apa hukumnya cerita seperti ini, di mana memang tidak dapat dipungkiri anak yang mendengarnya terkadang beroleh pelajaran tentang perangai yang mulia lagi terpuji. Apakah cerita ini termasuk dusta yang dilarang?

Jawapan:

Fadhilatu al-Syaikh Muhammad ibnu Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah menjawab, “Yang jelas, bila si ibu menceritakannya hanya sebagai perumpamaan dengan misalnya ia mengatakan, “Di sana ada seorang anak….” tanpa menyebut nama tertentu dan kisahnya seakan benar terjadi, maka tidak apa-apa, kerana di dalamnya ada faedah dan tidak ada mudharat.”

[Fatwa-fatwa di atas diambil dari Majmu'ah As'ilah Tuhimmu al-Usrah al-Muslimah, hal 138-141]

Dinukil dari Majalah Asy Syariah No.53/V/1430 H/2009 halaman 87


0 Responses

Catat Ulasan